Macam-Macam Ketidakadilan Gender

Pendahuluan

 

Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas itu bisa berupa tugas alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya karena bangunan atau konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka huni. Masing-masing ada jatahnya.

Berpijak pada analisis gender yang bertujuan untuk menghapus kesalahpahaman masyarakat tentang dua kata “gender dan sex” juga bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan gender berdampak buruk terutama terhadap perempuan yang sering dirugikan akibat kesalahpahaman tersebut.

Sosialisasi gender yang telah berlangsung di tengah masyarakat dalam waktu yang tidak sedikit mengakibatkan menancapnya pemahaman, bahkan keyakinan, bahwa apa yang dilakukan perempuan dan laki-laki serta perannya dalam masyarakat merupakan hal yang kodrati. Oleh karena itu, pandangan umum masyarakat tentang perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sudah tidak bisa dipertukarkan.

Dalam makalah ini kami bermaksud membahas tentang pandangan sebelah mata terhadap keberadaan dan peran perempuan atau ketidakadilan gender yang terjadi di tengah-tengah masyarakat serta mengurai sedikit berbagai macamnya.

 

Ketidakadilan Gender (Gender Inequality)

 

Perbedaan gender sesunggunhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequality).[1] Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.[2] Ketidakadilan gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks.[3]

Perbedaan gender mengakibatkan ketidakadilan. Ketidakadilan tyersebut bisa disimpulkan dari manifestasi ketidakadilan tersebut yakni: Marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) atau (double burden). Berikut kita uraikan masing-masing dari bentuk ketidakadilan gender tersebut.

 

  • Marginalisasi:

 

Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.

Contoh :

1)      Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.

2)      Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti  sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.

3)      Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.

 

  • Subordinasi

 

Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.

Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.

Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.

Contoh :

  1. Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki.
  2. Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
  3. Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ).

 

  • Sterotipe atau Pelabelan Negatif

 

Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.

Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang  yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.

Contoh :

a)      Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.

b)      Perempuan tidak rasional, emosional.

c)      Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.

d)      Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.

e)      Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

 

  • Kekerasan

 

Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.

Contoh :

  1. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah  tangga.
  2. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. Perkosaan juga bisa terjadi dalam rumah tangga karena konsekuensi tertententu yang dibebankan kepada istri untuk harus melayani suaminya. Hal ini bisa terjadi karena konstruksi yang melekatinya.
  3. Pelecehan seksual (molestation), yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.
  4. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
  5. Genital mutilation: penyunatan terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena alasan untuk mengontrol perempuan.
  6. Prostitution: pelacuran. Pelacuran dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut pajak darinya. Inilah bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan pekerjaan pelacuran juga dianggap rendah.

 

  • Beban ganda (double burden):

 

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.

Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan rumah tangga.

Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa melahirkan subordinasi.

Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan tersebut berikut tabelnya analisanya:

 

 

 

 

Keyakinan Gender

Bentuk Ketidakadilan Gender

Perempuan: lembut dan bersifat emosional Tidak boleh menjadi manajer atau pemimpin sebuah institusi
Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah dan kalau bekerja hanya membantu suami (tambahan) Dibayar lebih rendah dan tidak perlu kedudukan yang tinggi/penting
Lelaki: berwatak tegas dan rasional Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas kerja dirumah dan memasak

 

Sosialisasi perbedaan gender yang berlagsung lama dan akhirnya melahirkan keyakinan yang melekat pada pandangan dan anggapan yang dari suatu masyarakat tertentu adalah faktor penting yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut maka bisa digambarkan berikut:

 

Marginalisasi

Beban Ganda

 

 

 

 

 

 

 

 

Globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi usaha untiuk meniadakan ketidakadilan ini. Televisi adalah bentuk nyata dari arus globalisasi tersebut di mana televisi seakan menjadi transformasi nilai. Penayangan iklan-iklan tertentu yang berlebihan adalah sumber pemicunya. Contoh nyata adalah iklan produk susu yang mengakibatkan ASI dipandang tidak begitu penting dalam perkembangan anak, padahal sebaliknya. Contoh lain adalah iklan yang mempertontonkan gambar-gambar wanita yang vulgar. Gamba-gambar tersebut merupakan salah satu bentuk pornografi. Iklan-iklan produk tertentu juga sering menggunakan model perempuan yang dianggap cocok dengan karakter produk mereka, misalnya kelembutan, keanggunan dan kelincahah.

Di sisi lain para ahli dari kalangan akademis maupun non akademis menyelenggarakan acara seminar guna meluruskan kesalahpahaman tentang konsep gender dan sex yang menimbulkan ketidakadilan seperti seminar yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan menghadirkan Guru Besar, Prof Dr Markamah, dalam seminar Sastra Nasional Pembelajaran Sastra Berperspektif Kesetaraan Gender.

Kesimpulan

            Perbedaan gender bukanlah masalah sepanjang perbedaan ini tidak menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang tuntas mengenai konsep gender dan sex. Karena konsep gender yang telah melekat dalam masyarakat dengan proses yang panjang, maka pelurusan pemahaman juga membutuhkan waktu yang tidak singkat.

 

Referensi

Abdullah, Irwan, Sangkan Paran Gender,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Gandhi, Mahatma, Woman and Social Injustice, terj. Siti Farida (Perempuan dan Ketidakadilan Sosial),Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.

Ilyas, Yunahar, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.         

Nugroho, Riant, Gender dan Strategi Pengarusutamaannya Di Indonesia,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

http://harianjoglosemar.com/berita/persepsi-gender-salah-timbulan-ketidakadilan-gender-14142.html

http://atwarbajari.wordpress.com/2008/04/17/wanita-dan-iklan-tv-ketidakadilan-gender/

 

 


[1] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hal. 12

[2] Ibid. hal. 12

[3] Yunahar Ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir  Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, hal. 42

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment